Percaya

Sejujurnya saya tidak pernah ingin memiliki sesuatu sekuat ini. Hanya, mempercayakan semuanya dan mengikhlaskan hal hal besar yang nyatanya belum mampu diraih memang berat adanya. Barangkali kita sedang dijauhkan dari keburukan, dan Allah rahasiakan kebaikan agar saat tibanya mengubah harap menjadi rasa syukur yang tak pernah luntur.

Saya melewati Ramadhan tahun ini dengan banyak moment yang terjadi dalam hidup, mulai dari menemani Bapak pasca operasi, kerjaan kantor yang sering membuyarkan rencana berbuka puasa bersama keluarga di rumah, hingga hal besar yang berlalu lalang dalam pikiran.

Rona merah di langit itu adalah warna yang sejak berbulan bulan lalu, bahkan bertahun tahun lalu saya pandangi, mengumpulkan berjuta keberanian dan harap, kadang ia berubah cemas, kadang ia berubah haru. Meski akhirnya ia pergi saat langit dirundung gelap dan mendung. Tapi percayalah, ada cerah yang menunggumu.



Di awal syawal inilah akhirnya saya berkumpul kembali dengan keluarga besar, orang orang yang dulu bergantian menjadi tempat saya singgah. Dua bibi yang tak akan pernah saya lupakan setianya mereka merawat saya saat Ummi menyusuri kerasnya hidup di Jakarta, mertua mereka yang samar samar saya ingat ajakannya untuk menikmati guyuran air di setiap sore atau memanggil manggil mesra saat api dari tungku sudah selesai dengan tugasnya menghidangkan makan malam. 

Saya kebingungan saat Bibi yang lain, mencium haru keponakannya ini yang lama tak dijumpainya, dari matanya ada genangan air yang juga tak mampu tertahan lama lama. Saya sering lupa, ada mereka yang jauh disana, menitipkan doa dalam sujud sujudnya, menggerakkan kaki dan tangannya saat dulu saya hadir tepat di depan mata mereka.

Saya percaya, makna bahagia itu bukan hanya seberapa banyak kita tersenyum kala takdir Allah sesuai dengan harapan kita. Kadang kadang, bahagia itu tak selalu hadir dengan senyum dan Rona yang merekah, ia bisa saja hadir bersama yang lain.

Kalau Rona langit tak seindah yang kita harap, masih ada waktu untuk mencoba esok lagi. Mungkin, masih ada waktu untuk kita menatap langit yang sama. Kalaupun takdirnya adalah tidak, jangan tercenung saat merenung. Percayalah bahkan hingga hari ini saya belum ingin menyerah dan kalah. Saya masih ingin belajar dan mencoba untuk memperjuangkan, meski mendung dan gelap, tapi disana masih ada secercah cahaya yang semoga juga belum ingin berlalu dan padam. 

Andai ia memilih berlalu, tak perlu ada rasa kecewa dan malu.

No comments:

Post a Comment