Beberapa hari lalu saya menonton film foxcatcher yang bercerita tentang Mark Schultz, atlet gulat Amerika Serikat peraih medali olimpiade tahun 1984. salah satu alasan film ini begitu menarik buat saya adalah karena film ini diangkat dari kisah nyata. Alasan lainnya karena John du Pont, buat saya nama du Pont adalah hal yang menarik karena kebetulan tahun lalu saya mengenal perusahaan ini dalam sebuah kerjasama.
Saya menerjemahkan Mark Schultz sebagai seorang yang menyimpan banyak hal dalam pikirannya tanpa mau mengungkapkan kepada siapa siapa termasuk sang kaka yang juga atlet gulat, David Schultz.
Singkat cerita, John du Pont orang kaya yang ingin merintis tim gulat dan membiayainya secara penuh mengajak Mark bergabung dalam tim gulatnya, sementara David yang awalnya menolak pada akhirnya juga ikut bergabung. Konflik lalu muncul ketika Mark merasa kehadiran David dalam tim membuat John du Pont mengabaikannya dan lebih memerhatikan David. Kisah akhir dari film ini adalah hal yang membuat saya begitu takjub dan miris, pada setiap keputusan kita dalam hidup dan pada setiap tujuan besar dalam hidup.
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Film ini mengajak saya berpikir jauh tentang hidup yang sudah saya jalani lebih dari 20 tahun ini, kisah kisah yang sudah dibuat dan menghadirkan senyum juga duka. Tentang jalan yang begitu yakin saya pilih, kita pilih. Jalan yang ternyata tak selalu menyenangkan, bahkan kadang kesal dan muncul umpatan. ini jalan yang penuh dengan keresahan jika kita melaluinya dengan wajah muram tanpa keceriaan. Menghadirkan penggerutu sejati kala piring dan gelas gelas kotor enggan pergi, menunggu yang seharusnya rela membasahi dua tangannya dengan air dan sabun cuci. Tapi, mungkin beban dakwah yang dipikulnya begitu berat hingga rajinnya mengaji dan mengkaji tak mampu melahirkan energi untuk sekedar mencuci.
Saya si penggerutu, yang berkali kali berkisah tentang payung yang kita pegang bersama sama, amat kasar dan jahat berkata kalau payung ini sudah tak teduh lagi dan mulai membosankan. si penggerutu ini yang empat tahun sudah memperhatikan lika liku langkahmu duhai aa dan teteh. Mengangguk meski kadang tak setuju, tersenyum meski kadang kesal atau terbahak lalu berwajah muram. Apa kerja penggerutu ini untuk dakwah yang begitu kita cintai ini? tidak ada. Sungguh tidak ada jika dibandingkan dengan lelahnya jalan jalan terjal yang kalian lalui. Maka ketika gelas dan piring piring berserakan atau menggunung di atas wastafel, saya kira kira hanya bisa bergumam; mungkin ini dakwah bagi si penggerutu. Mencuci, untuk mengajari rasa kesal agar luntur lalu berganti dengan keikhlasan.
Jika gelas gelas dan piring piring itu amat sepele bagi kalian, ijinkan saya menyepelekan kata kata kalian tentang membangun peradaban. Sejarah mengajari saya bahwa peradaban tidak dibangun dari menyepelekan keresahan terkecil lalu melupakannya.
Ada begitu banyak kebaikan dari air yang mengalir mesra dari keran diatas wastafel, menyapa piring dan gelas yang berselimut busa busa sabun cuci. Dua tangan mengajak piring dan gelas menari, membasuh noda yang menutupi bening dan kejernihan. Piring dan gelas itu mengajakmu untuk rela menyapa mereka saat usai melingkar atau sekedar duduk duduk di rumah peradaban.
salam cinta dari gelas dan piring yang resah, sering dilupakan.
Dod..mungkin bukan gelas dan piring itu yang resah..tapi Dodi yang resah karena dilupakan. Bahwa ada Dodi di sana yang akan menegur kami yang enggan menyapa sang piring dan gelas itu. Hola Dod!
ReplyDeletesiapp ustadz Rama :D
Deleteterimakasih piring dan gelas..
ReplyDeletekalian sangat berjasa dalam hidupku
Keren a. Jadi inget SMA tiba2.
ReplyDeleteKo inget SMA?
Delete