[sudah] ikhlas?


pernah melihat bintang?
apa pernah dia meminta balasan untuk cahaya indah yang ia pancarkan?
pernah melihat air?
apa pernah ia menggerutu, kala bebatuan menghalangi alurnya, ia malah tersenyum karena bebatuan membuat sungai lebih indah.
pernah menyapa angin?
padahal tiap waktu ia membasuh wajah dengan kesejukannya, dan ia tidak pernah sekalipun memintamu menyapanya…

hari ini, saya teringat 2 hari 2 malam dalam sebuah perkemahan pramuka, dulu namanya persami, perkemahan sabtu minggu. setiap malamnya hujan turun deras, di malam yang entah malam keberapa hujan turun lebih deras, tenda kebanjiran karena lapangan tempat kami berkemah tergenang air. tapi tidak ada satupun anak yang mengeluh lebay meski tubuhnya kebasahan dan badan menggigil kedinginan, hanya celotehan biasa yang keluar dari mulut kami yang sejak hari pertama perkemahan makan dengan menu amat sederhana tetapi berkesan dan istimewa. entah kenapa hari itu saya bangga menjadi seorang anak pramuka.
esoknya bagian yang paling seru, mencari jejak menyusuri sungai kecil dan perkampungan. dibagian awal kami harus berenang di sungai, dengan syarat kepala tidak boleh tenggelam. dan lagi lagi semuanya tertawa, meski kami tau perkemahan ini adalah lomba memperebutkan sebuah penghargaan.
di akhir pengumuman, entah bagaimana caranya kami mendapat juara ke 3, padahal saat mencari jejak kami terbagi dua kelompok, satu kelompok sukses sampai akhir, sementara kelompok yang lain yaitu kelompok saya berikut ketua kelompoknya tersasar dan kembali ke titik awal, penyebab kelompok kami terpecah menurut saya karena3 hal; ‘egois, leadership tanpa ilmu, dan sombong’, akibatnya rafia merah yang menjadi tanda jalan malah membuat kami tersesat. Esoknya sebuah piala besar nampak angkuh berdiri di ruangan kepala sekolah. hingga hari itu hanya ada 2 piala yang pernah sekolah kami dapatkan. ya, cuma 2 sepanjang sejarah sekolah itu.

saat itu mungkin yang namanya prestise tidak begitu penting untuk kami yang masih anak anak. saat lomba baris berbaris kami datang dengan keterbatasan, penampilan yang acak acakan, kalah, malu, tapi tetap tertawa. tetap ingin tampil lagi, meski memang penampilan yang acak acakan membuat kami saling menyalahkan.
whennightfalls
hari ini saya menemukan sesuatu yang lain, pada diri saya, pada orang orang sekitar, pada setiap jalan jalan yang saya lewati. hampir semuanya mengharapkan imbalan, ada yang mengaku ikhlas, tetapi ketika tersakiti ia enggan untuk kembali, ada yang punya fasilitas tapi enggan untuk memulai jejaknya di jalan yang dulu membesarkannya. tetapi yang banyak memiliki keterbatasan malah tetap istiqomah, meski kadang berjuang sendiri, meski kadang ia yang paling sering tersakiti. ia mengajarkan saya keikhlasan bukan dengan ucapan atau obrolan teoritis.
ketika yang lain pergi dan kembali, ia tidak pernah bertanya mengapa, tidak pernah memarahi, tidak pernah menyindir. ia dengan sabarnya memandang kami dengan sejuk, merangkul dengan hangat, membisikan syair semangat masih dengan wajah dan tatapan yang sama, masih dengan senyuman dan segenggam cinta yang sejak dulu ia jaga.
cinta itu ia jaga bukan dengan amarah saat yang lain menghina jalan yang ia jejaki, bukan dengan kata kata kasar saat yang lain bermain main di lingkaran yang simpulnya ia kuatkan, bukan dengan pukulan telak saat yang lain berpaling dan enggan kembali meski ia merasa dikhianati.
dia itu kawan, dirimu, diri kalian, diri yang dalam jiwanya tertanam kuat ke ikhlasan, yang dalam tangannya garis garis takdir kokoh berdiri, yang dalam jejaknya bingkai kehidupan dimulai. dia itu, kamu, kalian, dan mereka.

No comments:

Post a Comment