Sementara untuk Abadi



Kesementaraan yang tak akan abadi
Hingga tibanya keabadian yang nyata
Menjelma dalam kenyataan yang pasti indah

Masih membuat saya berkunang kunang ketika mengingat untaian jejak Muhammad Iqbal dalam ekstasenya. Tentang Rasulullan SAW yang sampai ke sidratul muntaha tapi lantas turun kembali ke muka bumi. Tentang persaksian Aisyah, betapa indahnya malam malam Rasulullah yang dihiasi dengan Qiyamullail sampai kakinya bengkak dan terlihat menyedihkan meski ia sudah dijamin masuk surga. 

Malah di lain waktu saat Rasulullah SAW sedang sakit, ia menanyakan apakah shalat isya' berjama’ah di masjid sudah dimulai, dan seketika yang ditanya menjawab, belum dimulai. beliau beranjak untuk wudhu hingga pingsan ketika akan berangkat ke masjid, bukan satu kali, tapi berkali kali pingsan hingga akhirnya beliau mengirimkan utusan agar Abu Bakar ash-Shiddiq menggantikannya menjadi imam. Begitu cintanya ia pada shalat berjama’ah, pada ummat yang menunggunya di masjid dengan sabar, pada perjumpaanya dengan yang Maha mencinta. Duhai indah nian.

Rasulullah, begitu cinta ia pada ummatnya. Malulah saya yang hingga hari ini entah sudah sampai mana rasa cinta padanya. Cinta itu bahkan begitu sulit diungkapkan.
Sungguh unik cinta yang tak berharap balasan, cinta yang mengagungkan yang Maha agung, memanusiakan manusia, meninggikan yang Maha tinggi, dan dicintai oleh yang Maha mencinta.





Saat Frank Sinatra mengalunkan fly me to the moon dengan suara indahnya, menginspirasi sebagian sisi manusia dalam syahdu yang membahana lalu memberi keindahan dalam tiap tubuh yang mengikuti iramanya dalam lantai dansa. Di waktu berlainan Queen menjajah pikiran lewat Bohemian Rhapsody, memainkan ritme dengan Don’t Stop me Now lalu dibuat mellow saat The Beatles membuat raga tersedu kala Yesterday sedikit membuka pintu masa lalu dan menutup kegalauan tentang takdir yang menakdirkan sebuah kerahasiaan.

Tapi,

Itu semua tidak lebih indah dibanding saat Rasulullah mendo’akan orang orang yang dicintainya seperti dalam perang uhud yang menyudutkannya dalam kondisi yang tidak menguntungkan, saat busur panah Sa’ad bin Abu Waqqash patah. Nabi segera memberikan yang lainnya, lalu berdo’a untuk Sa’ad, “Ya Allah, tepatkanlah bidikannya, dan kabulkanlah do’anya”. Rasulullah juga memotivasinya dengan perkataan yang menggetarkan siapa saja yang mendengarnya, “Terus bidiklah Sa’ad! Ayah dan Ibuku menjadi tebusanmu”.

Saad bin Abu Waqqash, menjadi muslim pertama yang membidikan anak panah di jalan Allah. Orang ketiga yang masuk islam

Ketika Rasulullah SAW tengah berkumpul dalam sebuah majelis bersama para shahabat beliau dengan indah berkata;
“sekarang ini ditengah tengah kalian ada seorang calon penghuni surga”

Dan semua mata memandang ke arah Sa’ad bin Abu Waqqash.
Duhai betapa indahnya cinta yang berkawan surga
Menjadi keabadian yang nyata
Kenyataan yang akan selalu indah


Setiap tetes peluh dan darah
Tak akan sirna di telan masa
Segores luka di jalan Allah
Kan menjadi saksi pengorbanan...

Bahkan syair Shoutul Harokah ini rasanya lebih indah dari simponinya Frank Sinatra.

Keindahan yang meski  masih malu malu hadir
Kehadirannya akan selalu membersamai orang orang yang bergerak
Bergerak untuk kebaikan, untuk perubahan
Perubahan yang merubah hitam jadi putih, putih jadi jernih
Menjernihkan dunia layaknya dunia yang layak
Selayaknya tempat bagi orang orang yang layak mendapatkan keindahaan

Cinta itu kini sedang mencari kawannya...

1 comment: