Ada beberapa penumpang yang raut
wajahnya mulai jengah, pada sopir
angkot yang sejak tadi enggan
memacu kemudinya. Masih menunggu dan menunggu berharap ada tambahan penumpang.
Padahal diantara penumpang itu
ada yang sedang tergesa gesa, yang punya urusan penting dan tidak bisa di undur
lagi.
Ah, betapa menyebalkannya sopir
angkot ini, kalau boleh memaki mungkin sudah banyak yang memaki.
Tapi, bisa jadi ini ujian
kesabaran?
Minimal sabar untuk tidak bicara
kasar, sabar untuk ber husnuzdan. Barangkali sang sopir sedang butuh uang lebih
karena banyak keperluan, anaknya besok harus bayar uang sekolah, tagihan kredit
perabotan, listrik dan air yang harus dibayar belum lagi setoran pada si
empunya angkot, padahal pendapatan hari ini belum seberapa. Karenanya kali ini
ia ngetem lebih lama dari biasanya.
Aneh memang saya sendiri kadang
menyalahkan orang lain atas hal yang saya alami, telat kekampus gara gara sopir
angkotnya doyan ngetem atau jalanan macet gara gara perbaikan jaringan kabel
telkom atau lainnya.
Padahal mestinya saya belajar
banyak hal, berangkat ke kampus lebih awal untuk jaga jaga kalau sopirnya hobi
ngetem atau ada galian kabel dari telkom atau lainnya.
Padahal Rasulullah mencontohkan
kesabaran, beliau tidak pernah menyalahkan orang lain atas begitu banyak cobaan
yang ia hadapi. Ketika perang uhud yang mengancam dirinya karena sebagian kaum
muslimin tidak patuh pada perintah, ia sama sekali tidak menyalahkan mereka.
Jangan jangan saya telah
dikalahkan kerbau atau sapi yang selalu setia membajak sawah, padahal mungkin
bisa saja menolak.
Sabar itu memang harus sabar.
No comments:
Post a Comment